Analisis Hukum Islam terhadap Pajak Waris dalam Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
DOI:
https://doi.org/10.29313/jrhki.v1i1.84Keywords:
Waris, Hukum IslamAbstract
Abstract. Inheritance assets are all assets left by the heir due to his death, which have been free from religious and mundane obligations such as medical expenses when the heir is sick until his death, the cost of managing the corpse, zakat, donations or waqf that he has ever declared, or debts, ransoms and so on. . However, based on the author's research, there is a legal product, namely Law Number 20 of 2000 concerning Amendments to Law Number 21 of 1997 concerning Fees for Acquiring Rights on Land and Buildings (BPHTB). One of the provisions that has just been regulated in the Law is regarding the object of inheritance as stated in Article 2 paragraph (2). Based on the description, the problem points are how the tax concept in Islamic law and positive law, and how to analyze Islamic law on Article 2 paragraph (2) of Law Number 20 of 2000 concerning BPHTB. This research is a qualitative literature research with descriptive-analysis data processing techniques. The results of the research are that in Islamic law there is no term inherited property as a provision for tax objects, and according to Islamic law taxes are allowed to be levied on condition that the collection must be temporary if a state or Baitul Mal is experiencing a vacuum.
Abstrak. Harta waris merupakan semua harta yang ditinggalkan pewaris karena wafatnya, yang telah bersih dari kewajiban-kewajiban keagamaan dan keduniaan seperti biaya keperluan pengobatan ketika pewaris sakit hingga wafatnya, biaya pengurusan jenazah, zakat, infak atau wakaf yang pernah dinyatakannya, atau hutang, tebusan dan sebagainya. Namun berdasarkan hasil penelitian penulis, terdapat produk hukum yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Salah satu ketentuan yang baru diatur di dalam Undang-Undang tersebut adalah mengenai objyek warisan yang tercantum di dalam Pasal 2 ayat (2). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana konsep pajak dalam hukum Islam dan Hukum Positif, dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap Pajak Waris dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat kepustakaan dengan Teknik pengolahan data deskriptif-analisis. Adapun hasil penelitiannya adalah bahwa di dalam hukum Islam tidak ada istilah harta warisan dijadikan sebagai ketentuan obyek pajak, dan menurut hukum Islam pajak diperbolehkan untuk di pungut dengan syarat pemungutannya harus bersifat temporer jika keadaan suatu negara atau Baitul Mal sedang mengalami kekosongan.
Kata Kunci: Waris, Hukum Islam
References
Damanhur, Mewujudkan Sistem Perpajakan Perspektif Islam (Aceh: UKM Bangi)
Departemen Agama RI. (1983). Al-Qur’an Dan Terjemahannya. Yayasan Penyelenggara Penerjemahan/ Penafsiran Al-Qur’an.
Gazi Inayah. (2005). al-iqtishad al-islami az-Zakah wa ad-dharibah. Dirasah Muqaranah 1995, Edisi terjemah oleh Zainuddin Adnan dan Nailul Falah, Teori Komprehensif tentang Zakat dan Pajak, Yogyakarta: Tiara Wacana.
Gusfahmi. (2007). Pajak Menurut Syariah. Jakarta: Rajawali Press.
Hilman Hadikusumo. (1991). Hukum Waris Indonesia-Menurut Perundangan Hukum Adat, Hukum Agama Hindu, dan Islam. Bandung: Citra Aditya Bakti.
http://hayatulislam.net, diakses tanggal 12 juli 2020
I Gusti Agung Putra Wiryawan, dkk, Pengaturan Tentang Pengenaan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas Hibah dan Wasiat, Magister Kenotariatan Universitas Udayana.