Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap Perkawinan Adat Beda Agama di Kampung Adat Cirendeu Cimahi
DOI:
https://doi.org/10.29313/jrhki.v1i1.82Keywords:
Perkawinan, Beda Agama,, Kampung Adat CirendeuAbstract
Abstract. Marriage that will bring peace and spirituality, must have the same religious beliefs, must not be of different religions, in accordance with the Word of Allah, Surat Al-Baqarah: 221 and encouraged by Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, with this type of qualitative research. In the case of interfaith marriages, which are manifested in related books, journals, theses, articles, do not forget the Al-Qur'an and Sunnah in accordance with this theme. The purpose of this research is to look in depth about interfaith marriage according to Islamic law and according to the Marriage Law. What are the views of these two sources and the location of the similarities or similarities of Islamic law and the law on interfaith customary marriages. The result of this research is that in Islamic law it is not allowed because of a new breakthrough in faith. Therefore, inter-religious marriages, for various reasons such as better than allowing cohabitation. There is also the opinion that this may have been her match and is a human right. This reason cannot be accounted for, both in Islamic law and in state law, because in law, marriage will be said to be valid according to the law of each religion, it is said to be valid, because marriage will be accounted for before Allah SWT as a creator who has worked with all His perfection.
Abstrak. Perkawinan yang akan membawa ketenangan lahiriyah dan bathiniyah itu, harus sama keyakinan agamanya, tidak boleh berbeda agama, sesuai dengan Firman Allah Surat Al-Baqarah : 221 dan di dorong dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dengan jenis penelitian kualititif yaitu menelusuri terhadap pelaku terjadinya perkawinan beda agama dan dihubungkan dengan buku-buku yang terkait, jurnal, skripsi, artikel tidak lupa Al-Qur’an dan sunnah yang sesuai dengan tema ini. Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui secara mendalam tentang pernikahan beda adat beda agama menurut hukum Islam dan menurut Undang-Undang Perkawinan. Bagaimana pandangan dari dua sumber tersebut serta letak perbedaan atau persamaan dari hukum Islam dan Undang-undang mengenai perkawinan adat beda agama. Hasil dari penelitian ini bahwa dalam hukum Islam tidak diperbolehkan karena menyangkut perbedaan iman. Oleh sebab itu, perkawinan antar penganut agama, dengan berbagai macam alasannya seperti lebih baik dari pada membiarkan kumpul kebo. Ada juga beranggapan bahwa ini mungkin sudah jodohnya dan merupakan hak asasi manusia. Alasan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik secara hukum Islam maupun hukum negara, karena dalam undang-undang pun perkawinan akan dikatakan sah apabila menurut hukum masing-masing agama nya dikatakan sah, karena perkawinan akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT sebagai pencipta yang telah mengatur kehidupan dengan segala kesempurnaan-Nya.
References
Bhafana ,Tim Bhafana. (2019). Kitab Undang-Undang KUHPerdata , Yogyakarta: Bhafana Publishin..
Umbara, Team Citra. (2017). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Citra Umbara.
Rahman, Abdul. (1996). Perkawinan Dalam Syariat Islam, Jakarta: Rineka Cipta.
Koswara. (2020 ). “Pencatatan Perkawinan”, Makalah Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung.
Sulistiani, Siska Lis. (2015). Kedudukan Hukum Anak Hasil Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam. Bandung: PT Rafika Aditama.
Sari, Rahma Nurlinda. (2018). “Pernikahan Beda Agama Di Indonesia Ditinjau Dari Hukum Islam Dan HAM”.
Isnawati. (2019). Pernikahan Beda Agama dalam Al-Qur’an, Jakarta: Rumah Fiqih Publishing.
Rahman, Ainur. (2014). ”Analisis Yuridis Perkawinan Beda Agama Di Indonesia Setelah Berlakunya Undang-Undang Administrasi Kependudukan Nomor 23 Tahun 2006”, Skripsi Fakultas Syari’ah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.