https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRP/issue/feed Jurnal Riset Psikologi 2024-01-19T11:01:48+08:00 Dewi Rosiana uptpublikasi@unisba.ac.id Open Journal Systems <p><a title="Jurnal Riset Psikologi" href="https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRP" target="_blank" rel="noopener"><strong>Jurnal Riset Psikologi</strong> (JRP)</a> adalah jurnal <em>peer review</em>&nbsp;dan dilakukan dengan&nbsp;<em>double blind review</em> yang mempublikasikan hasil riset dan kajian teoritik terhadap isu empirik dalam sub kajian Psikologi Sosial, Pendidikan, dll.&nbsp; <strong><a title="Jurnal Riset Psikologi" href="https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRP" target="_blank" rel="noopener">JRP</a> </strong>ini dipublikasikan pertamanya 2021 dengan&nbsp; eISSN <a title="eISSN JRP" href="https://issn.lipi.go.id/terbit/detail/20210714381617200" target="_blank" rel="noopener">2798-6071</a> yang diterbitkan oleh <a title="UPT Publikasi" href="https://publikasi.unisba.ac.id/" target="_blank" rel="noopener"><strong>UPT Publikasi Ilmiah</strong></a>,&nbsp;<a title="unisba" href="https://www.unisba.ac.id/" target="_blank" rel="noopener">Universitas Islam Bandung</a>. Semua artikel diperiksa plagiasinya dengan perangkat lunak anti plagiarisme. Jurnal ini ter-<em>indeks</em>&nbsp;di&nbsp;<a title="GS JRP" href="https://scholar.google.com/citations?hl=id&amp;authuser=1&amp;user=ZHSul-sAAAAJ" target="_blank" rel="noopener">Google Schoolar</a>,&nbsp;<a title="Id Garuda" href="https://garuda.kemdikbud.go.id/journal/view/25657" target="_blank" rel="noopener">Garuda</a>,&nbsp;<a title="doi" href="https://search.crossref.org/?q=unisba&amp;from_ui=yes" target="_blank" rel="noopener">Crossref</a>, dan&nbsp;<a title="DOAJ" href="https://doaj.org/search/journals?ref=quick-search&amp;source=%7B%22query%22%3A%7B%22filtered%22%3A%7B%22filter%22%3A%7B%22bool%22%3A%7B%22must%22%3A%5B%7B%22terms%22%3A%7B%22bibjson.publisher.name.exact%22%3A%5B%22Universitas%20Islam%20Bandung%22%5D%7D%7D%5D%7D%7D%2C%22query%22%3A%7B%22query_string%22%3A%7B%22query%22%3A%22universitas%20islam%20bandung%22%2C%22default_operator%22%3A%22AND%22%2C%22default_field%22%3A%22bibjson.publisher.name%22%7D%7D%7D%7D%7D" target="_blank" rel="noopener">DOAJ</a>. Terbit setiap <strong>Juli</strong> dan <strong>Desember</strong>.</p> https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRP/article/view/2688 Studi Mengenai Intensi Pembelian Makanan Organik Ditinjau Melalui Theory of Planned Behavior 2023-11-10T23:43:52+08:00 Jauhari Shiddiqi Al-Wafii jauhariwafii5@gmail.com Milda Yanuvianti yanuvianti@gmail.com <p><strong>Abstract. </strong>Consumers in Indonesia are seeing increased awareness of organic food. Since 2020, Indonesian consumers have started to recognize organic products and continue to buy them. Organic food is defined as food that is made and processed without the use of synthetic or artificial ingredients. They are considered a healthier and safer food for health, but they are also more expensive than non-organic foods. The purpose of this study was to determine how the influence of attitude toward behavior, subjective norms and perceived behavioral control on the intention to purchase organic food, especially organic vegetables. The research design used in this research is a non-experimental quantitative research with the research method used is a causality study. This research involved 128 participants, namely Bandung City residents who were at least 18 years old and had bought organic vegetables and/or fruit using a measuring tool that the researchers made themselves based on the results of an elicitation survey. Based on the results of data collection that has been done as many as 70% of participants have a high level of intention. The results of statistical tests show that subjective norms have the greatest effect with a percentage of 89.7%, followed by the determinant of perceived behavior control of 74.6%, and finally the determinant of attitude toward behavior of 73.8%. The high determinants of subjective norms in the results of this study indicate that research participants who are residents of the city of Bandung are still more influenced by the intention to buy organic food through support from significant parties such as friends, family, experts and the local community.</p> <p><strong>Abstrak.</strong> Konsumen di Indonesia melihat peningkatan kesadaran akan makanan organik. Sejak 2020, konsumen Indonesia mulai mengenal produk organik dan terus membeli mereka. Makanan organik didefinisikan sebagai makanan yang dibuat dan diproses tanpa menggunakan bahan sintetis atau buatan. Mereka dianggap sebagai makanan yang lebih sehat dan aman untuk kesehatan, tetapi mereka juga lebih mahal daripada makanan non-organik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh <em>attitude toward behavior, subjective norm</em> dan <em>perceived behavioral control</em> terhadap intensi pembelian makanan organik khususnya sayuran organik. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif non-eksperimental dengan metode penelitian yang digunakan adalah studi kausalitas. Penelitian ini melibatkan 128 partisipan yaitu masyarakat Kota Bandung yang berusia minimal 18 tahun dan pernah membeli sayuran dan/atau buah organik dengan menggunakan alat ukur yang peneliti buat sendiri berdasarkan hasil survey elisitasi. Berdasarkan pada hasil pengumpulan data yang telah dilakukan sebanyak 70% partisipan memiliki tingkat intensi tinggi. Hasil pengujian statistika menunjukkan bahwa <em>subjective norms</em> berpengaruh paling besar dengan persentase sebesar 89.7%, kemudian disusul oleh determinan <em>percieved behavior control</em> sebesar 74.6%, dan terakhir adalah determinan <em>attitude toward behavior</em> sebesar 73.8%. Tingginya determinan <em>subjective norms</em> dalam hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipan penelitian yang merupakan masyarakat di Kota Bandung masih lebih terpengaruhi intensi untuk membeli makanan organik melalui dukungan dari pihak-pihak signifikan seperti teman, keluarga, para ahli, dan komunitas lokal.</p> 2023-12-23T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2023 Jurnal Riset Psikologi https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRP/article/view/2752 Pengaruh Perceived Organizational Support terhadap Work Engagement pada Perawat RSUD Majalengka 2023-10-25T23:25:37+08:00 Nida Ghaniyyaturrahmah ghaniyyaturrahmah@gmail.com Temi Damayanti Djamhoer temi.damayanti@unisba.ac.id <p><strong>Abstract.</strong> Schaufelli (2006) defines work engagement as a positive, motivational, and affective work-related state of mind and involvement that can be observed through vigor, dedication, and absorption. Employees engaged in their work can balance job resources with job demands. One of the job resources in question is perceived organizational support, the perception of employees on how much the organization can support them. It can be seen from three aspects: fairness, supervisor support, and organizational rewards and job conditions. This study aims to determine how perceived organizational support affects work engagement in nurses at Majalengka Hospital. The subjects were all 170 inpatient nurses at Majalengka General Hospital. The method used was a non-experimental causal quantitative method using simple linear regression analysis. The instrument used was The Survey of Perceived Organizational Support (SPOS) adapted by Meilian, Cecilia G,. Idulfiastrei, Rita M., &amp; Dewi, F, I, R. (2020) based on the theory of Eisenberger (2002) and the Utrecht Work Engagement Scale-17 (UWES-17) based on Schaufelli's theory. The results in this study indicate that perceived organizational support has a small effect on work engagement of 0.108, meaning that there are other factors that can affect work engagement in nurses.</p> <p><strong>Abstrak.</strong> Schaufelli (2006), mendefinisikan work engagement sebagai keadaan afektif motivasional positif dalam bekerja serta keterlibatan yang dapat diamati melalui semangat (vigor), dedikasi (dedication) dan absorbsi (absorption). Karyawan yang engage terhadap pekerjaannya adalah karyawan yang mampu memiliki job resources yang dapat mengimbangi&nbsp; job demands. Adapun salah satu job resources yang dimaksud adalah perceived organizational support. Perceived organizational support didefinisikan sebagai sebuah persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi mampu memberikan dukungan kepadanya. Hal ini dilihat dari ketiga aspeknya yaitu fairness, supervisor support dan organizational reward &amp; job condition. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perceived organizational support mempengaruhi work engagement pada perawat RSUD Majalengka. Subjek pada penelitian ini adalah seluruh perawat rawat inap RSUD Majalengka, yang berjumlah 170 orang. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif kausalitas non-eksperimental dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah The Survey of Perceived Organizational Support (SPOS) yang&nbsp; diadaptasi oleh Meilian, Cecilia G,. Idulfilastrei, Rita M., &amp; Dewi, F, I, R. (2020) dengan berdasar pada teori Eisenberger (2002) dan Utrecht Work Engagement Scale-17 (UWES-17) dengan mengacu pada teori Schaufelli. Hasil Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa perceived organizational support memiliki pengaruh yang kecil terhadap work engagement sebesar 0.108, artinya terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi adanya work engagement pada perawat.</p> 2023-12-23T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2023 Jurnal Riset Psikologi https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRP/article/view/2764 Pengaruh Psychological Well-Being terhadap Work Engagement pada Karyawan Direktorat Operasional 2023-10-26T22:01:23+08:00 Tsabita Putri Islamy tsabitaptr22@gmail.com Lisa Widawati lisa.widawati@gmail.com <p><strong>Abstract.</strong> Psychological well-being is the level of happiness achieved in the absence of psychological disorders, which is indicated through the ability of individuals to maximize their psychological functioning (Ryff, 1989). Work engagement is an appreciation followed by positive thinking and feelings of fulfillment related to work (Schaufeli et al., 2002). This study aims to examine the influence of psychological well-being on work engagement in employees of the operational directorate of PTPN VIII Ciater. This study uses a causality quantitative approach with cross-sectional data and multiple regression analysis techniques. A total of 59 employees of the operational directorate of PTPN VIII Ciater were selected as subjects in this study. The measuring instruments used were Ryff's Psychological Well-Being Scale (RPWB) developed by Ryff (1989) and adapted by Fadhil (2021) and the Utrecht Work Engagement Scale (UWES) developed by Schaufeli and Bakker (2004) and adapted by Aryanti et al. (2020). The results showed that 81.4% of employees have high psychological well-being and 86.4% of employees have high work engagement. Psychological well-being has a positive influence on work engagement by 94.2%. All dimensions of psychological well-being have a positive influence on work engagement.</p> <p><strong>Abstrak.</strong> <em>Psychological well-being</em> adalah tingkat kebahagiaan yang dicapai dengan tidak adanya gangguan psikologis, yang diindikasikan melalui kemampuan individu untuk memaksimalkan fungsi psikologisnya (Ryff, 1989). <em>Work engagement</em> yaitu penghayatan yang diikuti dengan pemikiran positif dan perasaan terpenuhi yang berhubungan dengan pekerjaan (Schaufeli et al., 2002). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh <em>psychological well-being </em>terhadap <em>work engagement </em>pada karyawan direktorat operasional PTPN VIII Ciater. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif kausalitas dengan data <em>cross-sectional</em> dan teknik analisis regresi berganda. Sebanyak 59 karyawan direktorat operasional PTPN VIII Ciater dipilih menjadi subjek pada penelitian ini. Alat ukur yang digunakan adalah <em>Ryff's Psychological Well-Being Scale&nbsp;</em>(RPWB) yang dikembangkan oleh Ryff (1989) dan kemudian diadaptasi oleh Fadhil (2021) serta <em>Utrecht Work Engagement Scale </em>(UWES) yang dikembangkan oleh Schaufeli dan Bakker (2004) dan kemudian diadaptasi oleh Aryanti et al. (2020). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 81.4% karyawan memiliki <em>psychological well-being </em>yang tinggi dan 86.4% karyawan memiliki <em>work engagement </em>yang tinggi. <em>Psychological</em> <em>well-being </em>memberikan pengaruh positif pada <em>work engagement </em>sebanyak 94.2%. Keseluruhan dimensi <em>psychological well-being </em>memberikan pengaruh positif terhadap <em>work engagement.</em></p> 2023-12-23T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2023 Jurnal Riset Psikologi https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRP/article/view/2753 Hubungan Antara Employee Engagement dan Perilaku Cyberloafing pada Karyawan Generasi Y dan Z 2023-10-26T22:09:41+08:00 Sabila Nadhirah Kurnia sabila2412nk@gmail.com Oki Mardiawan okimardiawan@unisba.ac.id <p><strong>Abstract.</strong> This study aims to examine the relationship between employee engagement and cyberloafing behavior among Generation Y and Z employees in Bandung City. The theoretical concepts used are the theory by Shuck et al. (2014) to explain the concept of employee engagement and Blau et al. (2006) to explain the concept of cyberloafing. The research employed a non-experimental quantitative method in the form of a cross-sectional survey study with a total of 233 respondents. The measuring instruments used in this study were The Employee Engagement Scale (EES) developed by Shuck et al. (2016), which was adapted into Indonesian by Astari et al. (2022), and a cyberloafing measuring instrument constructed by the researchers based on Blau et al.’s (2006) theory. The data analysis technique used was Spearman Rank correlation test analysis. The result of this study revealed a negative relationship between employee engagement and cyberloafing behavior among Generation Y and Z employees in Bandung City (r<sub>s</sub> = -0.341). This indicates that the higher the level of employee engagement among Generation Y and Z employees, the lower their level of cyberloafing behavior.</p> <p><strong>Abstrak.</strong> Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui kekuatan hubungan <em>employee engagement </em>dengan perilaku <em>cyberloafing</em> pada karyawan generasi Y dan Z di Kota Bandung. Konsep teori yang digunakan yakni teori Shuck et al. (2014) untuk menjelaskan konsep <em>employee engagement</em> dan teori Blau et al. (2006) untuk menjelaskan konsep <em>cyberloafing</em>. Metode yang digunakan adalah penelitian kuantitatif non eksperimental berupa studi survei <em>cross-sectional</em> dengan jumlah responden sebanyak 233 orang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah <em>The Employee Engagement Scale</em> (EES) milik Shuck et al. (2016) yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia oleh Astari et al. (2022) dan alat ukur <em>cyberloafing</em> yang dikonstruksi oleh peneliti berdasarkan teori Blau et al. (2006). Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis uji korelasi <em>Spearman Rank</em>. Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan yang negatif di antara <em>employee engagement</em> dan perilaku <em>cyberloafing</em> pada karyawan generasi Y dan Z di Kota Bandung (r<sub>s</sub> = -0.341). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat <em>employee engagement</em> karyawan generasi Y dan Z, maka semakin rendah tingkat <em>cyberloafing</em> yang dimiliki.</p> 2023-12-24T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2023 Jurnal Riset Psikologi https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRP/article/view/2765 Studi Deskriptif Pengguna Secondary Account Twitter di Indonesia 2023-11-02T10:39:14+08:00 Dzaki Dwitama dzakidwitama@gmail.com Fanni Putri Diana fanni.putri@gmail.com <p><strong>Abstract.</strong> High Internet usage coupled with the increasing use of social media in Indonesia is a phenomenon that needs to be understood thoroughly. Some users use multiple accounts (secondary accounts) when accessing social media. This study seeks to explain the phenomenon of Twitter secondary account usage in Indonesia. A total of 2414 samples were collected from across Indonesia. This study analyzed age, gender, number of secondary accounts used, place of residence, and motivation based on the usability and gratification paradigm. To measure motivation, the researcher used the "Motivation to Use Twitter" measurement tool which was adapted to the Indonesian language. This research is descriptive research with a quantitative approach. Descriptive statistical analysis techniques and Pearson's chi-square correlation were used to identify the relationship between motives and demographic characteristics.Twitter secondary account users in Indonesia are dominated by 18-24 year old females from Java Island who use two secondary accounts. An association was found between age and motivations for self-expression and distraction. Associations were also found between gender and self-expression, sociability and disruption motives. Finally, this study found associations between the number of secondary accounts used and self-expression and sociability motives.</p> <p><strong>Abstrak.</strong></p> <p>Penggunaan Internet yang tinggi dibarengi dengan meningkatnya penggunaan media sosial di Indonesia menjadi fenomena yang perlu dipahami secara menyeluruh. Beberapa pengguna menggunakan banyak akun (akun sekunder) saat mengakses media sosial. Penelitian ini berusaha untuk menjelaskan fenomena penggunaan secondary account Twitter di Indonesia Sebanyak 2414 sampel dikumpulkan dari seluruh Indonesia.Penelitian ini menganalisis usia, jenis kelamin, jumlah akun sekunder yang digunakan, tempat tinggal, dan motivasi berdasarkan paradigma kegunaan dan gratifikasi. Untuk mengukur motivasi peneliti menggunakan alat ukur “Motivasi Menggunakan Twitter” yang disesuaikan dengan bahasa Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Teknik analisis statistik deskriptif dan korelasi chi-square Pearson digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara motif dan karakteristik demografi. Pengguna akun sekunder Twitter di Indonesia didominasi oleh perempuan berusia 18-24 tahun asal Pulau Jawa yang menggunakan dua akun sekunder. Terdapat hubungan antara usia dan motivasi untuk ekspresi diri dan gangguan. Asosiasi juga ditemukan antara gender dan ekspresi diri, kemampuan bersosialisasi dan motif gangguan. Terakhir, penelitian ini menemukan hubungan antara jumlah akun sekunder yang digunakan dan ekspresi diri serta motif bersosialisasi</p> 2023-12-24T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2023 Jurnal Riset Psikologi https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRP/article/view/2766 Studi Kontribusi Perceived Organizational Support terhadap Employee Well-Being 2023-10-26T22:04:43+08:00 Alfiyyah Fitri Ramadhani alfiyyahfitriramadhanii@gmail.com Ali Mubarak mubarakspsi@gmail.com <p><strong>Abstract.</strong> Perceived organizational support is the employee's perception of the extent to which the organization values contributions and cares about their well-being. Employee well-being is employee welfare consisting of subjective well-being, workplace well-being, and psychological well-being. This research aims to find out the description and contribution of perceived organizational support to employee well-being in lecturers at religion-based tertiary institutions in the city of Bandung. This study uses a quantitative method with multiple regression analysis. The measurement tool used to measure perceived organizational support variables is a survey of perceived organizational support developed by Eisenberger et al (1986). To measure employee well-being variables using the employee well-being scale developed by Zheng et al (2015). The results of this study indicate that 89.6% of lecturers have high perceived organizational support and 98.9% of lecturers have high employee well-being. This study shows the results that perceived organizational support affects employee well-being by 27.4%. Partially, the dimensions of evaluative judgment attributes to the organization on perceived organizational support have a positive and significant effect on employee well-being, while the dimensions of actions affecting the perceived organizational support do not have a significant effect on employee well-being.</p> <p><strong>Abstrak.</strong> Perceived organizational support merupakan persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi dapat menghargai kontribusi dan peduli mengenai kesejahteraan mereka. Employee well-being merupakan kesejahteraan yang dimiliki karyawan yang terdiri dari subjective well-being, workplace well-being, dan psychological well-being. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui gambaran dan kontribusi perceived organizational support terhadap employee well-being pada dosen perguruan tinggi berbasis agama di Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Alat ukur yang digunakan dalam mengukur variabel perceived organizational support adalah survey of perceived organizational support yang dikembangkan oleh Eisenberger et al (1986), untuk mengukur variabel employee well-being menggunakan employee well-being scale yang dikembangkan oleh Zheng et al (2015). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar 89,6% dosen memiliki perceived organizational support yang tinggi dan 98,9% dosen memiliki employee well-being yang tinggi. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa perceived organizational support berpengaruh terhadap employee well-being sebesar 27,4%. Secara parsial, dimensi evaluative judgement attributes to the organization pada perceived organizational support memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap employee well-being, sedangkan dimensi actions affecting the pada perceived organizational support tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap employee well-being.</p> 2023-12-24T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2023 Jurnal Riset Psikologi https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRP/article/view/2952 Pengaruh Work Life Balance terhadap Employee Well-Being pada Guru SLB 2023-11-01T15:09:56+08:00 Shafa Arina Darmawan shafaarina21@gmail.com Dinda Dwarawati dinda.dwarawati@gmail.com <p><strong>Abstract.</strong> Work life balance is the ability to balance the demands of one’s work and personal life. Employee well-being is a comprehensive model of subjective, workplace and psychological well-being. The purpose of this study is to see how much influence work life balance has on employee well-being on special needs teachers. The study used quantitative methods with data collection through questionnaires and multiple regression data analysis. The research population is special needs teachers in Bandung, with a sampling technique that is cluster random sampling obtained 218 sample teachers. Measuring instrument was carried out using a work life balance scale developed by Fisher et al. (2009) and adapted by Gunawan et al. (2019), then the employee well-being scale developed by Zheng et al. (2015b) and adapted by Rahmi et al. (2021). The results showed that 62% of special needs teachers had high work life balance and 69% of special needs teachers had high employee well-being. Simultaneously, work life balance affects employee well-being by 27.4%. Partially, the two dimensions of work life balance, namely personal life with interference work and personal life enhancement of work have a significant effect on employee well-being. Meanwhile, the other two dimensions, namely work interference with personal life and work enhancement of personal life, have no significant effect on employee well-being.</p> <p><strong>Abstrak.</strong> <em>Work life balance </em>adalah kemampuan individu dalam menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadinya. <em>Employee well-being </em>merupakan kesejahteraan individu pada kehidupan, pekerjaan dan psikologisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data empiris mengenai pengaruh <em>work life balance </em>terhadap <em>employee well-being </em>pada guru SLB. Metode penelitian kuantitatif dengan pengumpulan data melalui kuesioner serta analisis data regresi berganda. Populasi dalam penelitian ini adalah guru SLB di Kota Bandung. Sampel sebesar 218 guru dengan teknik <em>cluster random sampling. </em>Alat ukur yang digunakan adalah <em>work life balance </em>dari Fisher et al. (2009) dan telah diadaptasi oleh Gunawan et al. (2019). Serta alat ukur <em>employee well-being scale </em>yang dikembangkan oleh Zheng et al. (2015b) dan telah diadaptasi oleh Rahmi et al. (2021). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 62% guru SLB memiliki <em>work life balance </em>yang tinggi dan 69% guru SLB memiliki <em>employee well-being </em>yang tinggi. Secara simultan, <em>work life balance </em>berpengaruh terhadap <em>employee well-being </em>sebesar 27,4%. Sedangkan secara parsial, dua dimensi <em>work life balance </em>yaitu <em>personal life with interference work </em>dan <em>personal life enhancement of work </em>berpengaruh signifikan terhadap <em>employee well-being. </em>Sementara dua dimensi lainnya yaitu <em>work interference with personal life </em>dan <em>work enhancement of personal life </em>tidak berpengaruh signifikan terhadap <em>employee well-being.</em></p> 2023-12-24T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2023 Jurnal Riset Psikologi https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRP/article/view/2954 Pengaruh Kecerdasan Emosi terhadap Kekerasan dalam Pacaran Pada Mahasiswa di Kota Bandung 2023-11-01T22:33:51+08:00 Andina Laura Ariadne andinalauraa@gmail.com <p><strong>Abstract.</strong> Dating violence is defined as the act of how often an individual gets violent treatment on the basis of intention and coercion which can cause physical, psychological and sexual injuries by their partners. Emotional intelligence is defined as an individual's ability to recognize and control emotions, have self-motivation, be sensitive to the emotions of others, and the ability to establish relationships with others. This study aims to see the effect of emotional intelligence onvictim Dating violence on college students in the city of Bandung.Then, This research is a causality study with a quantitative approach involving 75 men and 264 women as respondents. This study uses two measuring tools, namely,The Revised Conflict Tactics Scales 2 to measure courtship violence and Emotional Intelligence Inventory (EII) to measure emotional intelligence. The data analysis used is multiple linear regression. The results obtained are that there is an influence of emotional intelligence on victims of dating violence on students in the city of Bandung. The most widely accepted type of violence is emotional and verbal abuse in the form of an overprotective attitude and possessive.</p> <p><strong>Abstrak.</strong> Kekerasan dalam pacaran didefinisikan sebagai tindakan seberapa sering individu mendapatkan perlakuan kekerasan atas dasar kesengajaan dan paksaan yang dapat menyebabkan luka secara fisik, psikologis, dan seksual oleh pasangannya. Kecerdasan emosi didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk mengenali dan mengontrol emosi, memiliki motivasi untuk diri sendiri, peka terhadap emosi orang lain, dan kecakapan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat pengaruh kecerdasan emosi terhadap korban kekerasan dalam pacaran pada mahasiswa di Kota Bandung. Kemudian, Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas dengan pendekatan kuantitatif yang melibatkan 75 orang laki-laki dan 264 orang perempuan sebagai responden. Penelitian ini menggunakan dua alat ukur yaitu, The Revised Conflict Tactics Scales 2 untuk mengukur kekerasan dalam pacaran dan Emotional Intelligence Inventory (EII) untuk mengukur kecerdasan emosi. Analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil yang didapatkan adalah terdapat pengaruh kecerdasan emosi terhadap korban kekerasan dalam pacaran pada mahasiswa di Kota Bandung. Jenis kekerasan yang paling banyak diterima adalah kekerasan emosional dan verbal dengan bentuk sikap overprotective dan posesif.</p> 2023-12-24T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2023 Jurnal Riset Psikologi https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRP/article/view/2996 Studi Deskriptif Mengenai Career identity Pada Mahasiswa Program MBKM di Universitas Islam Bandung 2023-10-25T23:21:45+08:00 Syahrani Zalfa syahranizalfa9@gmail.com Dewi Sartika dewi.sartika@unisba.ac.id Rizka Hadian Permana rizkahadian@gmail.com <p><strong>Abstract</strong><strong>.</strong> College students are part of early adulthood who are in the transition from adolescence to adulthood, with an age range of 18 to 25 years, and are faced with various developmental tasks, one of which is related to career development. A fundamental component is needed in the form of career identity. Building career identity is based on two behavioral elements in the form of exploration and commitment. The Merdeka Belajar - Kampus Merdeka (MBKM) program is part of the implementation of career exploration for students. However, there are still students of the Unisba MBKM program who have progressive exploration but low commitment after implementing the program. This study aims to obtain an empirical picture of career identity in MBKM program students at Unisba. Data collection was carried out online with cluster random sampling technique. The method used in this research is a descriptive study (N = 86; 24% male; 76% female) respondents. The measuring instrument used is the utrecht management of identity commitments scale of 10 items that have been adjusted into the career domain by Stringer &amp; Kerpelman (2010) based on the dimensions of identification with commitment and exploration in depth. Research on career identity shows 27 students (31%) are in the low category, and 59 students (69%) are in the high category. In the identification with commitment dimension, 84 students (98%) were in the high category, and the exploration in-depth dimension, 79 (92%) students were in the high category. This study contributes to the literature on career identity and other contributions described.</p> <p><strong>Abstrak</strong>. Mahasiswa merupakan bagian dari dewasa awal yang berada pada transisi dari remaja menuju dewasa, dengan rentan usia 18 hingga 25 tahun yang dihadapkan pada berbagai tugas perkembangan salah satunya berkaitan dengan perkembangan karier. Untuk mencapai karier tersebut diperlukan komponen mendasar berupa identitas karier. Membangun <em>career identity</em> dilandasi oleh dua elemen perilaku berupa eksplorasi dan komitmen. Program Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM) merupakan bagian dari pelaksanaan eksplorasi karier bagi para mahasiswa. Namun, masih ditemukan mahasiswa program MBKM Unisba yang memiliki eksplorasi yang progresif namun komitmen karir yang rendah setelah melaksanakan program. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran empiris mengenai <em>career identity</em> pada mahasiswa program MBKM di Unisba. Pengambilan data dilaksanakan online melalui google form dengan teknik <em>cluster random sampling</em>. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif (N= 86; 24% laki-laki; 76% perempuan) responden. Alat ukur yang digunakan adalah <em>The Utrecht Management of Identity Commitments Scale</em> sebanyak 10 item yang telah disesuaikan ke dalam domain karier oleh Stringer &amp; Kerpelman (2010) berdasarkan dimensi <em>identification with commitment</em> dan <em>exploration in depth</em>. Hasil penelitian mengenai <em>career identity</em> menunjukkan sebanyak 27 mahasiswa (31%) dalam kategori rendah, dan 59 mahasiswa (69%) dalam kategori tinggi. Pada dimensi <em>identification with commitment</em> sebanyak 84 mahasiswa (98%) kategori tinggi, dan pada dimensi <em>exploration in-depth</em> sebanyak 79 (92%) mahasiswa kategori tinggi. Studi ini berkontribusi untuk literatur mengenai <em>career identity</em> dan kontribusi lain yang dijelaskan.</p> 2023-12-24T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2023 Jurnal Riset Psikologi https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRP/article/view/3297 Pengaruh Flow Terhadap Subjective Well-Being pada Musisi Komunitas Musik KlabJazz 2023-12-28T14:45:45+08:00 Muhammad Daffa Aprisa Youhan daffayouhan@gmail.com <p><strong>Abstract. </strong>Jazz music is a genre of music that is complex and difficult to play, jazz players are required to be able to play notes spontaneously and play improvisation in them. When a person feels flow, he will feel happiness and satisfaction in his life thereby increasing SWB. However, based on interviews, jazz music is not music that is commonly listened to so that when musicians are worried about it, they are not prosperous. Other research also shows that music can also influence a person's negative affect. The research was conducted on Jazz musicians in the KlabJazz community who performed at 6 events held by KlabJazz. The subjects consisted of 32 KlabJazz musicians. The research method used is non-experimental causality method. The measuring instrument used to measure flow is the Flow State Scale-2 developed by Jackson et al (2008) adapted by Triandita &amp; Rosiana (2017) and the measuring instrument for measuring SWB is SPANE and SWLS developed by Diener et al. (2009) available online at the website eddiener.com. The data analysis technique used is simple linear regression analysis. The results of the study found that there was a positive influence of Flow on SWB with an R square of 0.359 or 35.9% with the results on the SWB aspect of the affective aspect that all participants got positive results but on the cognitive aspect there were 13 subjects who got low results, so it was written that flow has a greater influence on the emotional aspect than the cognitive aspect</p> <p><strong>Abstrak.&nbsp;</strong>Musik Jazz merupakan genre musik yang kompleks dan sulit untuk dimainkan, pada jazz pemain dituntut untuk dapat memainkan nada secara spontan dan bermain improvisasi didalamnya. Ketika seseorang merasakan flow maka dirinya akan merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya sehingga meningkatkan SWB. Namun berdasarkan wawancara, musik jazz bukan merupakan musik yang umum didengarkan sehingga ketika musisi cemas akan hal tersebut maka dirinya tidak sejahtera. Penelitian lain menunjukkan bahwa musik juga dapat mempengaruhi afek negatif seseorang.&nbsp; Penelitian dilakukan pada musisi Jazz pada komunitas KlabJazz yang tampil pada 6 acara yang diadakan oleh KlabJazz. Subjek terdiri dari 32 orang musisi KlabJazz. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kausalitas non eksperimental. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur flow adalah Flow State Scale-2 yang dikembangkan oleh Jackson et al (2008) yang diadaptasi oleh Triandita &amp; Rosiana (2017) dan alat ukur untuk mengukur SWB adalah SPANE dan SWLS yang dikembangkan oleh Diener et al. (2009) yang telah tersedia secara online pada website eddiener.com. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear sederhana. Hasil penelitian yang ditemukan adalah adanya pengaruh positif dari Flow terhadap SWB dengan R square sebesar 0,359 atau sebesar 35,9% dengan hasil pada SWB aspek afektif semua partisipan mendapatkan hasil positif namun pada aspek kognitif terdapat 13 subjek yang mendapatkan hasil rendah, sehingga disimpulkan bahwa flow memiliki pengaruh yang lebih besar pada aspek emosi daripada aspek kognitif</p> 2023-12-31T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2023 Jurnal Riset Psikologi