Jurnal Riset Ilmu Hukum https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRIH <p><a title="JRIH" href="https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRIH" target="_blank" rel="noopener"><strong>Jurnal Riset Ilmu Hukum</strong> (JRIH)</a> adalah jurnal <em>peer review</em>&nbsp;dan dilakukan dengan&nbsp;<em>double blind review </em>yang mempublikasikan kajian hasil riset dan teoritik terhadap isu empirik dalam sub kajian ilmu hukum pidana dan perdata.&nbsp; <a title="Jurnal Riset Ilmu Hukum" href="https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRIH" target="_blank" rel="noopener"><strong>JRIH</strong></a> ini dipublikasikan pertamanya 2021 dengan&nbsp; eISSN <a title="eISSN JRIH" href="https://issn.lipi.go.id/terbit/detail/20210714291631237" target="_blank" rel="noopener">2798-6055</a> yang diterbitkan oleh <strong><a title="UPT Publikasi" href="https://publikasi.unisba.ac.id/" target="_blank" rel="noopener">UPT Publikasi Ilmiah</a></strong>,&nbsp;<a title="unisba" href="https://www.unisba.ac.id/" target="_blank" rel="noopener">Universitas Islam Bandung</a>. Semua artikel diperiksa plagiasinya dengan perangkat lunak anti plagiarisme. Jurnal ini&nbsp; ter-<em>indeks</em>&nbsp;di&nbsp;<a title="GS JRIH" href="https://scholar.google.com/citations?hl=id&amp;authuser=2&amp;user=CncKEbgAAAAJ" target="_blank" rel="noopener">Google Scholar</a>,&nbsp;<a title="Id Garuda" href="https://garuda.ristekbrin.go.id/publisher/view/56" target="_blank" rel="noopener">Garuda</a>,&nbsp;<a title="doi" href="https://search.crossref.org/?q=unisba&amp;from_ui=yes" target="_blank" rel="noopener">Crossref</a>, dan&nbsp;<a title="DOAJ" href="https://doaj.org/search/journals?ref=quick-search&amp;source=%7B%22query%22%3A%7B%22filtered%22%3A%7B%22filter%22%3A%7B%22bool%22%3A%7B%22must%22%3A%5B%7B%22terms%22%3A%7B%22bibjson.publisher.name.exact%22%3A%5B%22Universitas%20Islam%20Bandung%22%5D%7D%7D%5D%7D%7D%2C%22query%22%3A%7B%22query_string%22%3A%7B%22query%22%3A%22universitas%20islam%20bandung%22%2C%22default_operator%22%3A%22AND%22%2C%22default_field%22%3A%22bibjson.publisher.name%22%7D%7D%7D%7D%7D" target="_blank" rel="noopener">DOAJ</a>.&nbsp; Terbit setiap <strong>Juli</strong> dan <strong>Desember</strong>.</p> UPT Publikasi Ilmiah Unisba en-US Jurnal Riset Ilmu Hukum 2808-3156 BPN sebagai Mediator Penyelesaian Sengketa Pertanahan dengan Bukti Kuitansi Jual Beli Tanah https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRIH/article/view/4996 <p><strong>ABSTRAK-</strong> Dalam persengketaan pertanahan, suatu kepemilikan tanah dapat dibuktikan yang salah satunya didasari oleh perbuatan hukum jual beli tanah. Suatu bukti perbuatan hukum jual beli dapat dibuktikan salah satunya oleh kuitansi. Akan tetapi, kuitansi tidak menguraikan secara rinci suatu perjanjian, maka perlu didukung dengan alat bukti lain yang membuktikan bahwa perjanjian tersebut adalah dasar penerimaan uang yang diuraikan dalam kuitansi. Penyelesaian sengketa tanah dapat diupayakan melalui peranan kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional untuk mendapatkan penanganan dan penyelesaian. Adapun alternatif penyelesaian sengketa pertanahan yang dilaksanakan oleh kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional dengan cara mediasi sesuai ketentuan Peraturan Menteri Agraria Nomor 21 Tahun 2020. Peran Badan Pertanahan Nasional dalam suatu persengketaan pertanahan adalah sebagai mediator otoritatif yang netral. Akan tetapi, alternatif penyelesaian sengketa melalui upaya mediasi seringkali dinilai tidak efektif dikarenakan sulitnya tercapai kesepakatan perdamaian diantara para pihak yang bersengketa. Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian deskriptif-analitis dengan metode pedekatan yuridis normatif. Dalam metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mewawancarai narasumber bersangkutan yang ada kaitannya terhadap penelitian yang diteliti. Penulis juga menggunakan metode penelitian kepustakaan. Data yang dikumpulkan berupa sumber-sumber hukum yang terdiri dari sumber hukum primer yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Pokok Agraria, KUHPerdata, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Proses mediasi baru dapat dilakukan apabila para pihak yang terlibat sengketa sudah saling sepakat untuk menyelesaikan sengketa secara mediasi. Kemudian dalam sistem hukum Lawrence Friedman menunjukkan terdapat persoalan dalam aspek budaya hukum</p> <p><em><strong>ABSTRACT-</strong> In land disputes, a land ownership can be proven, one of which is based on a legal act of buying and selling land. A proof of a legal act of buying and selling can be proven, one of which by a receipt. However, a receipt does not detail a contract in full, so it needs to be supported by other evidence that proves that the contract is the basis for the acceptance of the money detailed in the receipt. The settlement of land disputes can be attempted through the role of the regional office of the National Land Agency to obtain handling and settlement. The alternative land dispute settlement carried out by the regional office of the National Land Agency through mediation in accordance with the provisions of the Minister of Agrarian Affairs Regulation Number 21 of 2020. The role of the National Land Agency in a land dispute is as an authoritative and neutral mediator. However, the alternative settlement through mediation efforts is often considered ineffective due to the difficulty of reaching a peace agreement among the disputing parties. Therefore, the writer is interested in conducting a descriptive-analytic research with a normative legal approach method. In the data collection method used, the writer interviewed </em><em>relevant sources related to the research being studied. The writer also used a library research method. The collected data consisted of legal sources, including primary legal sources based on the 1945 Constitution, the Basic Agrarian Law, the Civil Code, and Government Regulation Number 24 of 1997. Then, secondary legal sources based on books, journals, articles, and opinions of legal experts... Based on this research, it was found that the National Land Agency (BPN) has a role as a mediator that helps disputing parties understand each other's perspectives and find what is important to them. The mediation process can only be carried out if the parties involved in the dispute agree to settle the dispute through mediation. Furthermore, in the legal system of Lawrence Friedman, it is shown that there is a problem in the cultural aspect of law</em></p> Adellia Annisa Bahri Frency Siska Copyright (c) 2024 Jurnal Riset Ilmu Hukum 2024-12-26 2024-12-26 10.29313/jrih.v4i2.4996 Studi Komparatif Perlindungan terhadap Anak sebagai Saksi Kejahatan Seksual https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRIH/article/view/5032 <p><strong>Abstract. </strong><em><span style="font-weight: 400;">Human protection is an important aspect in the continuity of human life that cannot be taken by force or separated from human existence, each individual must be protected from criminal acts that result in the deprivation of the right to freedom of life of each individual, one of which is sexual crime, in fact in various countries, one of which is Indonesia and Germany, the majority of victims of sexual crimes are minors. The problems in this study are (1) whether the implementation of child witness protection in Indonesia and Germany is in accordance with the laws in each country, and (2) whether the handling by the institution has provided a sense of security for child witnesses of sexual crimes. By using comparative juridical, the results of this research are: that the implementation of regulations on the protection of child victims of sexual crimes in both countries is in accordance with the regulations on the protection of witnesses and victims. The handling carried out by the institution in protecting witnesses and victims has provided a sense of security for child witnesses of sexual crimes.</span></em></p> <p><strong>Abstrak. </strong><span style="font-weight: 400;">Perlindungan </span><span style="font-weight: 400;">manusia adalah aspek penting didalam keberlangsungan kehidupan manusia yang tidak dapat diambil paksa maupun di pisahkan keberadaan nya dari diri manusia, setiap individu harus terlindung dari tindak pidana kejahatan yang mengakibatkan terampasnya hak kebebasan hidup setiap individu, salah satunya tindak pidana kejahatan seksual, faktanya di berbagai negara salah satunya Indonesia dan Jerman mayoritas korban tindak pidana kejahatan seksual adalah anak dibawah umur. Permasalahan di dalam penelitian ini adalah (1) Apakah pelaksanaan perlindungan saksi anak di Indonesia dengan negara Jerman telah sesuai dengan undang-undang di masing-masing negara, dan (2) Apakah penanganan yang dilakukan lembaga telah memberikan rasa aman bagi saksi anak kejahatan seksual?. Dengan menggunakan yuridis komparatif, hasil dari penelitian ini adalah : bahwa pelaksanaan peraturan perlindungan saksi korban anak kejahatan seksual di kedua negara telah sesuai dengan peraturan perlindungan saksi dan korban. Penanganan yang dilaksanakan lembaga dalam melindungi saksi dan korban telah memberikan rasa aman bagi saksi anak tindak pidana kejahatan seksual</span></p> Fitria Rahma Azahra Nandang Sambas Copyright (c) 2024 Jurnal Riset Ilmu Hukum 2024-12-26 2024-12-26 83 90 10.29313/jrih.v4i2.5032 Penetapan Status Tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang Diajukan Praperadilan https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRIH/article/view/5179 <p>Abstract.</p> <p>Pretrial aims to uphold the law and protect human rights at the investigation level, and pretrial also functions as a supervisory tool for law enforcement officials, in this case investigators, because of the abuse of authority given to them. The objectives of his research include analyzing the implementation of the standard operating procedures of the corruption eradication commission in determining suspects in accordance with the criminal procedure law, and knowing the suspects who are declared free based on pretrial decisions are re-established as suspects. The method used is normative legal research that uses secondary legal materials, and uses qualitative normative analysis. In this research, the author analyzes the study of the South Jakarta District Court decision Number 2/PID.PRA/2024/PN JKT SEL. The results of this study are that the KPK as an investigator has committed abuse of power because it has carried out a process that is not in accordance with the provisions of the applicable laws and regulations and in reassigning a suspect by an investigator can be done on the basis of not obtaining sufficient preliminary evidence or finding new evidence, because pretrial is not related to the substance of the case.</p> <p>Abstrak.</p> <div>Praperadilan bertujuan untuk menegakkan hukum dan melindungi hak asasi manusia di tingkat penyidikan, dan praperadilan juga berfungsi sebagai alat pengawasan bagi aparat penegak hukum penegak hukum, dalam hal ini penyidik, karena adanya penyalahgunaan penyalahgunaan wewenang yang diberikan kepadanya. Tujuan dari penelitiannya antara lain untuk menganalisis pelaksanaan standar operasional prosedur komisi pemberantasan korupsi komisi pemberantasan korupsi dalam menetapkan tersangka sesuai dengan hukum acara pidana, mengetahui pidana, dan mengetahui tersangka yang dinyatakan bebas berdasarkan putusan praperadilan ditetapkan kembali sebagai tersangka. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif normatif yang menggunakan bahan hukum sekunder, dan menggunakan analisis normatif kualitatif. Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jakarta Selatan terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 2/PID.PRA/2024/PN JKT SEL. Hasil dari penelitian ini adalahHasil dari penelitian ini adalah bahwa KPK sebagai penyidik telah melakukan penyalahgunaan wewenang karena karena telah melakukan proses yang tidak sesuai dengan ketentuan</div> <div>perundang-undangan yang berlaku dan dalam menetapkan kembali seorang tersangka oleh</div> <div>penyidik dapat dilakukan atas dasar tidak diperolehnya bukti permulaan yang cukup atau</div> <div>bukti permulaan yang cukup atau menemukan bukti baru, karena praperadilan tidak berkaitan dengan</div> <div>substansi perkara.</div> Dzaky Muhammad Zhafran Ade Mahmud Copyright (c) 2024 Jurnal Riset Ilmu Hukum 2024-12-24 2024-12-24 69 76 10.29313/jrih.v4i2.5179 Perlindungan Hukum Nasabah atas Peretasan Data Pribadi ditinjau dari Undang Undang https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRIH/article/view/5193 <p><strong>ABSTRAK: </strong><a name="_Toc166044239"></a><a name="_Toc166044378"></a>Perbankan sebagai salah satu sektor esensial dalam kehidupan bermasyarakat, memiliki kewenangan dalam pertukaran uang dan transaksi keuangan. Layanan perbankan saat ini berkembang cepat dengan adanya teknologi yang bertujuan untuk memudahkan akses layanan terhadap nasabah. Bank berkewajiban untuk merahasiakan data nasabahnya dengan prinsip kerahasiaan (<em>confidential principle</em>). Sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menegaskan bahwa kerahasiaan ini diperlukan untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat demi kepentingan bank itu sendiri. Tentang rahasia data nasabah, didukung pula oleh Pasal 36 Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi yang menegaskan tentang pengendali data pribadi wajib melakukan pemrosesan data pribadi. Namun demikian, dalam paraktiknya rahasia data nasabah terdapat kebocoran karena adanya peretasan oleh hecker sebagaimana terjadi di Bank Syariah Indonesia (BSI) tahun 2023. Terkait hal tersebut permasalahan yang akan dibahas adalah tentang implementasi perlindungan data nasabah di&nbsp;&nbsp; Bank BSI dan perlindungan hukum nasabah&nbsp;&nbsp; Bank BSI yang data pribadinya diretas. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder. Penelitian ini menggunakan bahan Pustaka atau data sekunder. Hasil penelitian yaitu implementasi perlindungan rahasia data nasabah&nbsp;&nbsp; Bank BSI yaitu dengan menerapkan teknologi yang aman, tingkat transparansi yang tinggi dalam penanganan pelanggaran, serta melindungi privasi dan keamanan data pribadi nasabah agar tidak terjadi kebocoran data pribadi. Perlindungan Hukum terhadap nasabah yang data pribadinya diretas dilakukan dengan dua cara, yaitu perlindungan secara internal dan perlindungan secara eksternal. Saran untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu adanya intervensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di bidang perlindungan konsumen sektor jasa keuangan.&nbsp;</p> <p><strong>ABSTRACT</strong><strong>: </strong>Banking, as an essential sector in social life, has the authority to exchange money and financial transactions. Banking services are currently developing rapidly with technology which aims to facilitate service access for customers. Banks are obliged to keep their customers' data confidential according to the confidential principle. As regulated in Article 40 of Law no. 10 of 1998 concerning Banking which emphasizes that this confidentiality is necessary to gain public trust for the sake of the bank itself. Regarding the confidentiality of customer data, it is also supported by Article 36 of Law no. 27 of 2022 concerning Personal Data Protection which confirms that personal data controllers are obliged to process personal data. However, in practice, confidential customer data can be leaked due to hacking by hackers, as happened at Bank Syariah Indonesia (BSI) in 2023. Related to this, the problem that will be discussed is the implementation of customer data protection at Bank BSI and legal protection for BSI Bank customers. his personal data was hacked. The approach method used is normative juridical, namely an approach carried out by researching library materials or secondary data. This research uses library materials or secondary data. The results of the research are the implementation of confidential protection of BSI Bank customer data, namely by implementing safe technology, a high level of transparency in handling violations, as well as protecting the privacy and security of customers' personal data to prevent personal data leaks. Legal protection for customers whose personal data is hacked is carried out in two ways, namely internal protection and external protection. Suggestions to overcome this problem, there is a need for intervention by the Financial Services Authority (OJK) in the field of consumer protection in the financial services sector.</p> Ririn Puspita Dewi Diana Wiyanti Copyright (c) 2024 Jurnal Riset Ilmu Hukum 2024-12-27 2024-12-27 95 100 10.29313/jrih.v4i2.5193