Kebebasan Hakim dalam Penjatuhan Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Bantuan Sosial Covid-19 Dikaitkan dengan Asas Keadilan dan Dasar Pemberatan Penyalahgunaan Kewenangan
DOI:
https://doi.org/10.29313/jrih.v1i2.526Keywords:
Tindak Pidana Korupsi, Penyalahgunaan Kewenangan, Asas KeadilanAbstract
Abstract. The increasing number of acts of corruption shows that there is still a lack of eradication of corruption. In the pandemic COVID-19, the Ministry of Social Affairs officials corrupt the COVID-19 social funds. On that case, the problems in this study are (1) How is the corruption of social funds in Putusan No.29/Pid-Sus-TPK/2021/PN Jkt. Pst related to the abuse of authority in Article 52 of the Criminal Code? (2) How is the implementation of judges' freedom in imposing criminal acts of corruption on social funds carried out by state officials associated with the principle of justice. The research was conducted with normative juridical approach based on an approach to the principles and legal rules related to Law Number 20 of 2001 concerning Amendments to Law Number 31 of 1999 concerning Eradication of Criminal Acts of Corruption, also research is carried out by library materials or secondary data in the form of books, journals, and regulations related to this research. The results is the criminal basis for the abuse of authority Article 52 can be carried out because the offenses in Article 52 of the Criminal Code have been fulfilled but the Judge didn’t accommodate the Article so the punishment is disappointing. Judges in interpreting and considering the imposition of punishments didn’t concern the elements of losses suffered by the community and the state. Instead, the judge used the public's disappointed response to this corruption as an excuse to reduce the victim's punishment and justice for the community was not achieved.
Abstrak. Semakin banyak nya pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi menunjukan masih kurang nya pemberantasan tindak pidana korupsi. Pada situasi COVID-19 pejabat kementerian sosial melakukan korupsi dana bantuan sosial COVID-19 yang ditujukan untuk membantu kehidupan masyarakat. Pada kasus tersebut maka permasalahan pada penelitian ini adalah (1) Bagaimana tindak pidana korupsi bantuan sosial COVID-19 putusan No.29/Pid-Sus-TPK/2021/PN Jkt. Pst dihubungkan dengan dasar pemberatan penyalahgunaan kewenangan Pasal 52 KUHP? (2) Bagaimana implementasi kebebasan hakim dalam penjatuhan pidana terhadap tindak pidana korupsi bantuan sosial COVID-19 yang dilakukan pejabat negara pada putusan No.29/Pid-Sus-TPK/2021/PN Jkt. Pst dihubungkan dengan asas keadilan. Penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dengan pendekatan terhadap asas-asas dan aturan-aturan hukum yang berhubungan dengan Undang – Undang Nomor Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder berupa buku, jurnal, dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penelitian ini. Hasil penelitian penggunaan dasar pemberat pidana penyalahgunaan kewenangan Pasal 52 Pada korupsi bantuan sosial dapat dilakukan sehingga hukuman dapat diperberat karena delik-delik pada Pasal 52 KUHP telah terpenuhi namun Hakim tidak mengakomodir Pasal tersebut sehingga hukum ringan dan memicu masyarakat kecewa. Hakim dalam menafsirkan dan mempertimbangkan hukuman tidak memperhatikan unsur kerugian yang diderita masyarakat dan negara. Hakim malah menjadikan respon kecewa masyarakat terhadap korupsi ini sebagai alasan meringankan hukuman sehingga keadilan bagi masyarakat tidak tercapai.