Tanggung Jawab Franchisor atas Kesalahan Branding Image ditinjau Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
DOI:
https://doi.org/10.29313/jrih.v1i1.178Keywords:
Citra Merek, Perjanjian Waralaba, PertanggungjawabanAbstract
Abstract. Brand image, is an association of all available information about the products, services and companies of the brand in question. Image of the brand, associated with attitudes in the form of beliefs and preferences towards the brand. Positive belief in a brand, allows consumers to make purchases of products with that brand. The higher the brand image of a product, the higher the prestige value obtained by consumers. Franchising is a system in the marketing of goods and services that involves two parties (the franchisor and the franchisee), this system is a way to expand the business by transmitting success. Thus, in this system there must be a successful business actor first where the success he gets will be disseminated to other parties. In running a franchise business, the franchisor may make mistakes in carrying out policies for business continuity. because of a mistake in branding, their products, which were initially liked by the community, began to be abandoned by the community or even avoided by the community. The mistake made the public no longer trust and began to avoid the product which would have an impact on the sale of the product, the franchisee who did not make a mistake was also affected by the avoidance of the product they sold which resulted in losses to them. The purpose of this study is to understand how the franchisor is responsible for branding image errors that cause losses in franchise business activities. The results obtained that the franchisor's responsibility for branding image errors needs to be seen that the act is liability based on fault or contractual liability. if what is done violates the contract, the franchisee can ask the franchisor to pay compensation based on 1243 KUH Perdata. However, if what is being done is against the law, the franchisee as the injured party must be able to prove the element of error committed by the franchisor that the act is indeed an unlawful act based 1865 KUH Perdata.
Abstrak. Citra merek, merupakan asosiasi dari semua informasi yang tersedia mengenai produk, jasa dan perusahaan dari merek yang dimaksud. Citra terhadap merek, berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan prefensi terhadap merek. Keyakinan yang positif terhadap suatu merek, memungkinkan konsumen untuk melakukan pembelian terhadap produk dengan merek tersebut. Semakin tinggi citra merek suatu produk maka semakin tinggi pula nilai prestis yang didapat oleh konsumen. Waralaba merupakan suatu sistem dalam pemasaran barang dan jasa yang melibatkan dua pihak ( Franchisor dan Franchisee), sistem ini merupakan suatu kiat untuk memperluas usaha dengan cara menularkan sukses. Dengan demikian dalam sistem ini harus terdapat pelaku bisnis yang sukses terlebih dahulu dimana kesuksesan yang diperolehnya tersebut akan disebarluaskan kepada pihak lain. Dalam pelaksanaan usaha waralaba bisa saja terjadi kesalahan dari franchisor dalam menjalankan usahanya, karena kesalahan melakukan branding, produk mereka yang mulanya disukai oleh masyarakat, mulai ditinggalkan oleh masyarakat atau bahkan dihindari oleh masyarakat. Kesalahan tersebut membuat masyarakat tidak lagi mempercayai dan mulai menghindari produk tersebut yang tentunya berdampak terhadap penjualan produk tersebut, pihak franchisee yang tidak melakukan kesalahan pun ikut terkena dampak dari dihindarinya produk yang mereka jual yang mengakibatkan kerugian terhadap mereka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana pertanggungjawaban dari pemberi waralaba atas kesalahan branding image yang menyebabkan kerugian dalam kegiatan usaha waralaba. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa pertanggungjawaban yang dilakukan franchisor atas kesalahan branding image perlu dilihat bahwa perbuatan tersebut termasuk dalam perbuatan melawan hukum atau perbuatan wanprestasi, jika yang dilakukan merupakan suatu perbuatan wanprestasi maka pihak franchisee dapat meminta pihak franchisor untuk membayar ganti rugi berdasarkan pasal 1243 KUH Perdata. Namun jika yang dilakukan merupakan perbuatan melawan hukum pihak franchisee selaku pihak yang dirugikan harus bisa membuktikan unsur kesalahan yang dilakukan oleh pihak franchisor bahwa perbuatan tersebut memang perbuatan melawan hukum, dengan kata lain beban pembuktian ada pada pihak penggugat sebagaimana yang ditetapkan pada pasal 1865 KUH Perdata.